SELAMAT DATANG,

Situs Pewarisan Kesenian Tari Gandrung Terob Dan Jaipong Rengkak Bentang

Pelatihan Tari Gandrung Terop
Jaipong Rengkak Bentang Karawang
Maestro Gandrung Terop

Mengulik Sejarah dan Perjuangan Tari Gandrung.

Perang Puputan Bayu tahun 1771–1772 merupakan babak gelap dalam sejarah Blambangan yang tak terlupakan. Banyak pejuang Blambangan yang berkorban dalam perang tersebut.

Sisa-sisa ksatria yang selamat terpaksa bersembunyi. Namun, dari kegelapan itu muncul cahaya baru dalam bentuk seni tari gandrung.

Tari gandrung lahir sebagai alat komunikasi rahasia antar pejuang. Lewat lantunan tembangnya, para penari gandrung menyampaikan pesan-pesan tersembunyi kepada sesama pejuang. Pria-pria yang menjadi penari gandrung berkeliling dari desa ke desa, mirip seperti pengamen, untuk menjaga semangat perlawanan tetap hidup.

Tahun 1895 menjadi titik awal kehadiran penari gandrung perempuan yang bernama Semi. Saat itu, Marsan dari Rogojampi adalah salah satu penari gandrung laki-laki terkenal. Kehadiran gandrung Semi membuka pilihan baru bagi masyarakat, apakah mereka lebih suka menikmati gandrung yang ditarikan oleh perempuan atau laki-laki. Hingga tahun 1956, masih ada penari gandrung laki-laki aktif seperti Gandrung Maksum yang beraksi pada tahun 1955–1956.

Menjadi Bagian dari Sejarah
dan Perjuangan Gandrung.

Nilai-nilai sejarah dan semangat perjuangan yang terkandung dalam tari gandrung perlu dijaga, diwariskan, dan dirayakan. Generasi muda Banyuwangi harus mengetahui, menghayati, dan mewarisi semangat perjuangan yang telah diperjuangkan oleh para leluhur mereka.

Seni tradisi gandrung adalah salah satu media yang kuat untuk mewariskan nilai-nilai ini. Melalui estetika yang indah dan hiburan yang memikat, seni gandrung memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan diwariskan melalui pelatihan gandrung profesional.

Menghidupkan Warisan Budaya Tari Gandrung
Bersama Bupati Banyuwangi

Banyuwangi tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya yang memukau, tetapi juga dengan warisan budayanya yang kaya. Para Bupati Banyuwangi selalu memperhatikan dan mendukung seni tradisi dan budaya yang hidup di tengah masyarakat. Inilah perjalanan panjang bupati Banyuwangi dari tahun ke tahun

Pada masa Orde Baru, Bupati Djoko Supaat Slamet memiliki keberanian mengajak para seniman yang tergabung dalam organisasi Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) untuk beraksi. Pada tanggal 19 Mei 1970, beliau mengeluarkan SK Bupati nomor UM/1698/50 yang mengatur pendaftaran organisasi seni di Banyuwangi. Langkah ini menjadi tonggak penting dalam mendukung perkembangan seni dan budaya di daerah ini.

Bupati T. Purnomo Sidik membuka pintu bagi perkembangan budaya seiring dengan upaya pengembangan pariwisata di Banyuwangi. Beliau mengeluarkan regulasi SK Bupati nomor 401 tahun 1996 yang menetapkan Desa Kemiren sebagai lokasi Desa Wisata Using di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi. Keputusan ini sesuai dengan karakteristik Desa Kemiren yang kaya akan budaya, seni, dan ritual yang dapat dijadikan destinasi wisata budaya yang menarik.

Bupati Samsul Hadi menjadikan gandrung sebagai maskot pariwisata Banyuwangi melalui SK Bupati nomor 173 tahun 2022 yang menegaskan kedudukan seni tari gandrung secara hukum. Selanjutnya, beliau mengeluarkan SK Bupati nomor 147 tahun 2003 yang menetapkan Tari Jejer Gandrung sebagai Tari Selamat Datang resmi di Kabupaten Banyuwangi.

Bupati Abdullah Azwar Anas memperkuat pendekatan sistemik dalam mengelola kegiatan budaya di Banyuwangi. Beliau menyatukan semua kegiatan budaya dalam satu wadah bernama "Calendar Banyuwangi Festival" (CBF), yang lebih dikenal dengan singkatan "BFes". Wadah ini pertama kali muncul pada tahun 2011 dan menjadi tonggak penting dalam mempromosikan budaya Banyuwangi ke dunia.

Terkait dengan seni tari gandrung, mulai tahun 2012, Festival Gandrung Sewu digelar dengan dukungan besar dari para remaja di seluruh Kabupaten Banyuwangi. Para penari gandrung direkrut dari sekolah dan sanggar, dengan jumlah peserta selalu lebih dari seribu. Kata "sewu" yang berarti 'seribu' tidak hanya merujuk pada jumlah tertentu, tetapi juga pada semangat yang besar dan menggerakkan lebih dari seribu hati.

Mengungkap Keindahan Seni Tari Jaipong.

Jaipong adalah warisan budaya yang sangat disukai oleh masyarakat Karawang, Subang, dan Bekasi. Jaipong Karawang adalah sebuah persembahan seni yang menggabungkan elemen-elemen dari pertunjukan Kliningan Bajidoran dengan sentuhan gaya Jaipong ala Gugum Gumbira.

Gerakan dan ritme Jaipong Gugum Gumbira, serta ketukan kendang yang memukau, telah diadaptasi ke dalam gaya Jaipong Karawang. Transformasi ini dimulai sejak awal tahun 1980-an dan masih terus berkembang hingga saat ini. Khususnya, busana sinden dan penari terinspirasi oleh tampilan khas primadona Jaipong, Tati Saleh. Tati Saleh adalah penari utama dalam Jaipongan karya Gugum Gumbira, dan kostumnya yang mencolok dengan kebaya ketat dan sanggul besar, menjadi ciri khas yang ikonik dalam busana dan tata rias penari Jaipong Karawang hingga hari ini.

Dominasi Gerak Tari dan Bajidor dalam Jaipong

Penari jaipong yang lengkap dituntut menguasai olah tari dan olah vokal. Olah tari yang dinamis merupakan kombinasi tari topeng dan gerakan silat yang dinamis dan atraktif. Dominasi gerak tersebut juga menjadi penciri dari para bajidor yang ikut menari sebagai bentuk partisipasi dan sekaligus memberikan saweran.

Tembang pengiring dibawakan oleh sinden berisi nilai sejarah dan perjuangan untuk mengedukasi secara estetis. Sebagai contoh, syair tembang “Kembang Gadung” merepresentasikan tokoh masyarakat Subang yang berjuang melawan penjajah, Belanda.

Gerak tari jaipong geol, giteuk, geber dikenal dengan istilah “goyang karawang” diadobsi oleh Pemerintah Kabupaten Karawang sebagai dinamika masyarakat dalam membangun wilayah Kabupaten Karawang. Gerak tari dan lirik tembang yang inspiratif, edukatif, estetis, dan diminati oleh masyarakat menjadikan jaipong mengakar kuat di sanubari masyarakat pendukungnya.

Jaipong Sebagai Identitas Budaya Karawang

Dengan demikian, proses kreatif untuk mendukung dan menguatkan jaipong sebagai identitas budaya Karawang memerlukan penguatan dengan menciptakan tari bentukan yang utuh, mulai dari gerak tari, iringan musik, dan syair tembang pengiringnya. Oleh karena itu, tim periset dari Universitas Negeri Jakarta, Institut Seni Budaya Indonesia Bandung, dan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta bekerja sama dengan para seniman, budayawan, dan pemerintah Kabupaten Karawang, khususnya melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan menciptakan tari jaipong rengkak bentang berbasis gerak tari jaipong gaya Karawang.

Telusuri Berita Terbaru

Hasil Uji Coba Purwarupa Terakhir Ayo Gandrungan dan Tari Jaipong Rengkak Bentang

Ketua Periset Bersama Gandrung dan PanjakAsisten Bupati Menyampaikan SambutanKetua Periset Bersama Gandrung dan Wisatawan AsingA. Gandrung Terob Ayo...

Admin
1 Mei 2025